Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Museum Santet di Surabaya

Kompas.com - 21/05/2008, 08:56 WIB

Meski belum ada penelitian ilmiah yang membuktikan kebenaran kekuatan santet, tapi bukti-bukti kekuatan ini bisa dilihat dengan nyata. Museum kesehatan yang dikelola Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Sistem dan Kebijakan Kesehatan Departemen Kesehatan (Depkes) menyajikan bukti adanya praktik santet di masyarakat.

Kayu santen atau kayu pohon kelor bukan benda aneh bagi masyarakat Jawa. Benda ini cukup mudah dicari di daerah pedesaan Jawa karena sayur daun kelor dicampur jagung muda cukup disukai masyarakat. Pertanyaan baru muncul ketika kayu-kayu ini dipajang di sebuah museum. Apalagi yang memajangnya adalah Museum Kesehatan dr Adhyatma MPH yang dikelola Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan Depkes.

Selain kedua kayu ini, museum yang terletak di Jalan Indrapura 17 Surabaya ini juga memajang cabang bambu, kayu kengkeng, serta kayu-kayu lain yang dinilai memiliki kekuatan penolak sakit/bala atau penangkal santet. Khusus kayu kengkeng dipercaya mampu menjaga bayi yang baru lahir dari bala.

Berbagai kain dan kertas rajah (jimat) bertuliskan huruf Arab juga dipajang di museum ini. Dari bentuk dan bahannya, rajah ini biasa diletakkan di atas pintu atau digunakan sebagai sabuk di perut pemakainya.

Budi Sundarto, desainer interior museum ini, mengungkapkan, jimat-jimat ini kebanyakan didapatkan dari beberapa dukun dan pasien pengidap penyakit supranatural. “Beberapa di antaranya juga kami dapatkan dari toko-toko tradisional, misalnya rajah dari kain ini,” kata Budi sambil menunjukkan rajah warna hijau bertuliskan huruf Arab yang dipajang di atas lemari museum, akhir pekan lalu.

Museum yang diresmikan tahun 2004 ini juga menampilkan berbagai media/perantara untuk menyantet, seperti boneka yang ditusuk jarum, tanah kuburan, kain merah lengkap dengan foto seseorang ditusuk paku, serta potongan kelobot jagung dilengkapi kayu-kayu layaknya kaki dan tangan. Di bagian perut alat peraga ini tertancap kayu panjang.

Menurut Budi, benda-benda ini kebanyakan didapatkan dari Banyuwangi yang selama ini dikenal dengan kekuatan santetnya. Seperti tanah kuburan yang didapatnya dari dukun santet Banyuwangi pada 2002.

Museum ini juga menyajikan bukti-bukti hasil santet, seperti potongan usus yang diambil dari pasien bernama Yuni. Yuni didiagnosa menderita tumor otak, namun pengobatan modern tak mampu menyembuhkannya. Yuni baru tertolong ketika menjalani pengobatan secara metafisik. Berbagai jaringan tubuhnya yang sakit mampu dikeluarkan.

Di bagian lain museum juga ditampilkan beberapa pecahan telur dalam gelas. Menurut Budi, pecahan telur ini adalah media untuk penyembuhan secara metafisik. Dalam pengobatannnya, sang dukun berusaha memindah penyakit pasiennya ke dalam telur. “Biasanya dukun juga menggunakan hewan untuk memindahkan penyakit. Setelah dipindah, hewan ini dipotong lalu dibagi-bagikan,” terang Budi yang sudah empat tahun bekerja di museum ini.

Bukti lain santet adalah sebuah paku bengkok yang kabarnya dimuntahkan oleh seorang pasien. Atau susuk yang keluar dari tubuh Ny Sunarto, pasien pengidap luka lambung (ulcus pepticum) saat menjalani pengobatan supranatural pada 13 November 1990

Beberapa helai ijuk keluar dari mulut Darto, pengusaha salon asal Aceh Tengah yang menderita sakit di sekitar tulang ekor. “Ijuk ini keluar setelah dia berlatih ilmu tenaga dalam Satria Nusantara selama dua bulan,” terang Budi.

Karena menampilkan benda-benda peraga santet berikut bukti-buktinya,  Museum Kesehatan dr Adhyatma MPH ini dijuluki juga sebagai musem santet. Namun, bukan berarti museum ini menggiring pengunjungnya untuk mempercayai kekuatan ini. Menurut Budi, museum itu adalah wacana agar masyarakat tahu ilmu supranatural, seperti santet, ada di masyarakat. “Harapannya, setelah tahu ini masyarakat akan lebih berhati-hati dan tidak saling menyakiti sesama,” kata Budi.

Mabaroch SSos, Kepala Subbid Jaringan Informasi dan Perpustakaan Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan Depkes, menolak penilaian museum ini menyajikan hal-hal tak masuk akal dan tak mendidik. “Justru museum ini bisa jadi pancingan bagi akademis yang ingin mengilmiahkan fenomena supranatural ini. Tapi kalau tidak percaya dengan yang kami pamerkan, ya boleh saja,” katanya. (Surya/MUSAHADAH)
 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com