Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Calon Mantu Sultan "Dinaikkan" Gelarnya

Kompas.com - 06/05/2008, 21:57 WIB

YOGYAKARTA, SELASA - Tiga hari menjelang berlangsungnya perkawinan agung di Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat, Selasa (6/5) malam ini Sultan Hamengku Buwono X menggelar acara peringatan tumbuk ageng atau delapan windu (64 tahun) usianya.

Dalam acara yang digelar di Bangsal Kencono Keraton Ngayogyokarto itu, Sultan yang mengenakan pakaian adat Jawa berupa surjan berwarna biru motif bunga dan kain bermotif semen rono lengkap dengan blangkonnya itu didampingi istrinya, Gusti Kanjeng Ratu Hemas yang mengenakan kebaya warna ungu dan kain bermotif semen romo juga.

"Tumbuk ageng merupakan salah satu upacara dari serangkaian siklus hidup manusia Jawa yang diadakan pada masa tua, yakni ketika berumur delapan windu atau 64 tahun," kata adik Sultan HB X, GBPH Joyokusumo.

"Upacara dilakukan tepat pada saat seseorang berusia 8 x 8 tahun atau 64 tahun. Pada usia 64 tahun itu hari weton tepat sama dengan hari weton ketika seseorang dilahirkan," katanya. Sultan HB X wetonnya Selasa wage tanggal 29 bulan Bakda Mulud tahun Jumawal.

Acara yang dihadiri tamu dan undangan dari lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini diawali dengan pembacaan doa yang dipimpin abdi dalem pamethakan HM Ridwan.

Wisuda

Dalam acara ini, juga dilangsungkan upacara wisuda bagi putri dan menantu/calon menantu sultan HB X yang dilaksanakan oleh pengageng kawedanan hageng panitipura GBPH Joyokusumo. Di antaranya, Gusti Raden Ayu (GRAy) Suryokusumo yang mendapat gelar dan sebutan baru Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Condrokirono. Calon mempelai yang akan melangsungkan pernikahannya hari Jumat lusa, Gusti Raden Ajeng (GRAj) Nurkamnari Dewi mendapat gelar dan sebutan baru GKR Maduretno.

Sedangkan calon putra menantu Yun Prasetyo yang sebelumnya sudah mendapat gelar dan sebutan Kanjeng Ratu Tumenggung (KRT) Purbodiningrat, malam ini dinaikkan "gelar"nya  menjadi Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) dengan sebutan tetap Purbodiningrat. Seusai upacara wisuda, acara kemudian dilanjutkan dengan gelar tari (bedhoyo) Herjuna Wiwaha karya Sultan Hamengku Buwono X sendiri.   

Menyinggung makna dari upacara tumbuk ageng itu, GBPH Joyokusumo mengatakan ada dua inti dari acara ini, yaitu doa dan wisuda. Doa dengan harapan Sultan HB X dan keluarga mendapat rahmat dan barokah dari Tuhan Yang Maha Esa. "Doa dan barokah agar Sultan HB X dan keluarganya semakin harmonis dan rukun dalam melestarikan keraton sebagai pewaris budaya Jawa," katanya.

Peringatan tumbuk ageng ini juga berlangsung di masjid Pathok Negoro, yaitu masjid di Plosokuning, Mlangi, Babatan, dan Kanggotan. Sebelumnya pada Selasa pagi tadi juga diselenggarakan wisuda 120 abdi dalem. (ANT)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com