Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesadaran yang Lahir dari Pinggiran Hutan Tangkoko

Kompas.com - 30/04/2008, 01:51 WIB

”Waktu torang masih kacil, torang salalu dengar cerita dari orangtua, kalo di Tangkoko banyak babirusa. Maar sampe torang so basar bagini, torang nyanda pernah lia yang namanya babirusa. Samua itu cuma tinggal cerita.”

Ucapan ini disampaikan Esli Kakauhe (19), pemuda asal Kelurahan Batuputih Bawah, Kecamatan Ranowulu, Kota Bitung, Sulawesi Utara, pertengahan April 2008 lalu, saat Kompas bersama Sulut Bosami Network mendatangi Taman Wisata Alam (TWA) Batuputih.

Dalam bahasa Indonesia ucapan Esli dapat diterjemahan sebagai berikut, ”Ketika masih kecil, kami selalu dengar dari orangtua bahwa di Tangkoko banyak babirusa. Tetapi sampai sekarang sudah besar seperti ini, kami tidak pernah melihat yang namanya babirusa. Semua itu hanya tinggal cerita.”

Bagi Esli dan pemuda di Desa Batuputih, hewan babirusa yang merupakan salah satu satwa Sulawesi, kini tinggal cerita belaka alias kenangan. Sampai sekarang, mereka tidak pernah melihat babirusa secara langsung.

Kisah punahnya babirusa inilah yang kemudian memotivasi Esli dan sekitar 20 pemuda di kelurahan setempat membentuk Kelompok Pencinta Alam (KPA) Tarantula. KPA Tarantula dibentuk tahun 2006.

Mereka bertekad ikut menjaga kelestarian kawasan konservasi di TWA Batuputih yang menyatu dengan Cagar Alam (CA) Tangkoko-Batuangus, CA Duasudara, dan TWA Batuangus.

Alasannya sederhana. Para pemuda yang tinggal di pesisir pantai Batuputih ini, tidak ingin anak cucu mengalami nasib seperti mereka, yang mengetahui babirusa di Tangkoko, hanya lewat cerita.

”Cukup babirusa jo yang ilang. Jang sampe tarsius dengan binatang laeng di Tangkoko ini tinggal cerita. (Cukup babirusa saja yang punah. Jangan sampai tarsius dan satwa lain juga jadi tinggal cerita),” papar Esli yang juga mantan Ketua KPA Tarantula.

Langkah awal yang positif

Walau baru muncul dua tahun terakhir, apa yang dilakukan KPA Tarantula menjadi langkah awal dan contoh yang baik, dalam melestarikan kawasan konservasi di Sulut, khususnya di TWA Batuputih, CA Tangkoko-Batuangus, CA Duasudara, dan TWA Batuangus.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com