Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar Bahasa Indonesia Kok di Malaysia

Kompas.com - 31/03/2008, 05:50 WIB

KUALA LUMPUR, MINGGU -- Pepatah yang berbunyi,  tak ada rotan, akar pun jadi, mungkin cocok juga untuk mengungkapkan jalannya program home stay bagi para pelajar SMA di Negara Bagian Victoria, Australia, yang ingin meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia dan mengenal lebih dekat kebudayaan Indonesia.

Namun gara-gara pemerintah Australia mengeluarkan travel warning bagi warga negaranya, kalangan yang berkepentingan dengan program home stay bagi para pelajar Victoria yang ingin meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia dan mengenal kebudayaan Indonesia itu telah membuat pepatah itu berbubah menjadi tak bisa belajar di Indonesia, ke Malaysia pun jadi

Dan memang, sebanyak 19 pelajar SMA Victoria itu melakukan home stay meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia dan mengenal kebudayaan Indonesia yang berlangsung pada 26 Maret - 2 April 2008 itu di Kuala Lumpur Malaysia. Caranya, mereka tinggal di rumah-rumah keluarga Indonesia di Kuala Lumpur selama satu minggu; ikut masuk ke kelas dan belajar bahasa Indonesia di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIK); dan bermain bersama para pelajar Indonesia seraya mempelajari beberapa kesenian dan kebudayaan Indonesia di Kuala Lumpur (KL) .
    
Sudah dua tahun berturut-turut, para pelajar Victoria melaksanakan program home stay itu di SIK. Mereka memperlancar kemampuan berbahasa Indonesia dan mengenal kebudayaan Indonesia di KL.  Mengapa harus di Kuala Lumpur, Malaysia?

"Karena ada travel warning dari pemerintah Australia dan Departemen Luar Negeri kepada Indonesia, makanya kami memilih program home stay di sini," kata Keith Hamilton Fletcher, guru sekaligus ketua rombongan, yang fasih berbicara dalam bahasa Indonesia.
   
Travel warning itu dikeluarkan sejak terjadinya bom Bali, 12 Oktober 2002, yang banyak memakan korban warga negara Australia, dan belum dicabut hingga kini. Adanya bom di depan Kedutaan Besar Australia di Jakarta serta kecelakaan pesawat di Yogyakarta, 7 Maret 2007,  yang membuat lima warga Australia meninggal, membuat umur travel warning itu kian panjang sampai waktu yang belum diketahui.

Fletcher yang menyesalkan adanya travel warning yang terlalu lama itu mengatakan, karena program ini sebagian besar didanai pemerintah Australia, maka semua kegiatan resmi pemerintah disarankan untuk tidak dilakukan di Indonesia.

"Kami para guru sudah beberapa kali mengirim surat kepada Pemerintah Australia agar diizinkan memperlancar bahasa Indonesia dan pengenalan kebudayaan Indonesia langsung di Indonesia.  Tapi selalu ditolak. Kami merasa ada diskriminasi, sebab pemerintah dan pengusaha diizinkan ke Indonesia langsung, tapi guru dan pelajar dilarang," kata Fletcher, yang juga guru untuk Bidang Studi Bahasa Indonesia di Alexandra Secondary College.

"Jadi travel warning itu diberlakukan kepada kegiatan resmi pemerintah tidak diberlakukan pada kegiatan individu. Saya sendiri dua bulan lalu liburan ke Bali dan banyak warga Australia berlibur ke Bali," kata Fletcher, yang saking cintanya kepada Indonesia sedang mencari tanah di Bali untuk membangun rumah dan menghabiskan hari tuanya di pulau dewata itu.

Ia mengemukakan pula, bulan September 2008 akan ada rombongan pelajar Victoria ke Sarawak. Dipilihnya Sarawak, Malaysia Timur, karena bahasa rakyat di sana dekat dengan bahasa Indonesia, kata  Fletcher,
   
Program home stay sebagian besar memang didanai pemerintah Australia. Untuk program ini, setiap pelajar hanya dikenakan biaya 250 dolar Australia, sisanya ditanggung Pemerintah Australia. Setiap keluarga Indonesia yang menampung pelajar Victoria menerima 75 ringgit (sekitar Rp 210.000) per hari untuk tiga kali makan dan 10 ringgit (Rp 28.000) untuk transportasi ke sekolah.

Pada awal April 2007, ada 11 guru Bahasa Indonesia di Victoria melakukan home stay di Kuala Lumpur, disusul 20 pelajar SMA Victoria,  pada 8-14 April 2007. Karena pada tahun lalu program ini berlangsung sukses maka program home stay dilanjutkan pada tahun ini.

Target
Para pelajar SMA Victoria dikenali sejumlah target dalam program ini. Begitu pula dengan para orang tua Indonesia yang ketempatan mereka. Pada saat penyerahan para pelajar Victoria kepada orang tua asuhnya di SIK pada Rabu (26/3) lalu semua itu disampaikan.
    
"Saya hanya ingin meningkatkan kemampuan bahasa Indonesia di sini. Saya sudah belajar bahasa Indonesia selama empat tahun. Dan saya ingin mempelajari kebudayaan orang Indonesia," kata Shanae Stevens.
   
"Selain meningkatkan kemampuan bahasa Indonesia, saya juga ingin bisa menyanyikan lagu-lagu Indonesia dan menarikan tarian Indonesia," kata Tamara RD Myers, yang mengaku telah belajar bahasa Indonesia selama empat tahun.
       
"Saya ketempatan (menerima) dua pelajar wanita. Saya akan ajarkan mereka bahasa dan kebudayaan Indonesia dan memasak makanan Indonesia. Saya punya pembantu yang pintar masak. Saya akan minta (pembantu saya) mengajarkan memasak makanan Indonesia," kata Kol Yunus, Atase Laut KBRI.
    
Selama seminggu, kata Kepala Sekolah SIK Abdul Djawad, para pelajar Victoria ini akan belajar bahasa Indonesia bersama dengan pelajar SIK. "Mereka masuk dalam kelas SMA di sini," katanya.
   
Selain itu, mereka akan belajar kesenian seperti main angklung dan belajar tarian lain. Melihat juga akan melihat aktivitas shalat Jumat para pelajar SIK dan berolahraga bersama. "Kemampuan mereka main angklung dan menari akan ditunjukan pada malam perpisahan," kata Abdul Djawad.
    
Namun Abdul Djawad juga mengemukakan kesedihannya. Pasalanya para pelajar Australia itu belajar bahasa dan kebudayaan Indonesia di Kuala Lumpur, bukan di Indonesia.

"Tahun lalu, ketika  ditanya kesan dan pesannya, banyak pelajar Victoria yang senang dan sangat mengenal pasar Petaling Street, Bukit Bintang, atau Sungei Wang di Kuala Lumpur, bukannya Mangga Dua atau Taman Mini Indonesia Indah,? katanya. "Belajar tentang Indonesia, tapi Malaysia yang mendapat untung karena mereka semua belanja diMalaysia," kata Djawad.
    
Sementara itu, Wakil Kuasa Usaha Ad-interim KBRI Kuala Lumpur, Tatang B Razak, mengatakan, program "home stay" ini diharapkan dapat mempererat hubungan kedua negara bertetangga ini. "Para pelajar Australia ini sudah belajar bahasa Indonesia dan mengenal kebudayaan Indonesia dengan cara tinggal selama satu minggu bersama keluarga Indonesia," katanya.
    
Oleh karena itu, ia berjanji akan ada program pertukaran atau balasan pada September 2008 ini. "Mudah-mudahan sekitar 20 pelajar SIK akan ikut program home stay di Victoria," katanya.
    
Para pelajar di Victoria diberi kesempatan mempelajari bahasa negara lain. Prioritas pertama adalah bahasa Itali dan kedua adalah bahasa Indonesia.
    
Pada malam perpisahan program "home stay" tahun lalu, ketika ditanya pengalamannya, para pelajar Victoria sering kali mengungkapkan kata-kata "Seru, deh" dan "Cape deh", yang membuat para orang tua asuh tertawa geli mendengarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com