Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Islam Menerima Kaum Homoseks?

Kompas.com - 28/03/2008, 00:04 WIB

ISLAM sebagai agama yang merupakan rahmatan lil alamin atau rahmat terhadap seluruh isi alam, menerima kaum lesbian, gay, biseksual, transeksual dan transgenital (LGBT) sebagai salah satu penghuni alam, namun tidak menerima perilaku homoseksual karena itu bertentangan dengan fitrah manusia. Demikian disampaikan oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amir Syarifuddin dalam Diskusi Publik 'Islam Sebagai Agama Rahmatan Lil Alamin dan Sikapnya Terhadap LGBT' di Jakarta, Kamis (27/3).

Amir juga memaparkan bahwa masyarakat harus kembali pada makna yang disepakati tentang LGBT, contohnya homoseksual. Jika tidak, akan kesulitan untuk menentukan sikap dengan tepat.“Kalau homoseksual lebih merujuk kepada makna perbuatan seksnya, saya katakan Islam sudah memiliki sikap yang jelas dan keras terhadap perbuatan homoseksual tapi tidak terhadap orang-orang homonya sendiri,” ujar Amir.
    
Amir menerangkan lebih jauh, jika pengertian homoseksual merujuk kepada perbuatan seks kaum tersebut, jelas saja Islam menolak untuk menerima karena bertentangan dengan fitrah manusia  yang diciptakan laki-laki dan perempuan untuk bereproduksi setelah diikat dalam fitrah perkawinan, yang ada hanyalah pemuasan nafsu belaka.

“Di dalam Islam, kita harus kembali kepada fitrah manusia, bahwa manusia diciptakan laki-laki dan perempuan. Laki-laki inginkan perempuan, dan perempuan inginkan laki-laki untuk bereproduksi. Nah, homo tidak ada reproduksi tapi hanyalah sekedar pelampiasan hawa nafsu. Homo menyalahi kodrat ilahi. Inilah alasannya kenapa Islam menolak homoseks,” tambah Amir.
    
Dalam diskusi publik yang ditujukan membuka ruang diskusi kelompok pro dan kontra terhadap keberadaan kaum LGBT ini, hadir pula pemuka-pemuka agama Islam dari Fathayat Nahdlatul Ulama (NU), Indonesian Conference of Religion and Peace (ICRP), dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dalam diskusi ini terjadi perdebatan yang cukup panjang di antara para pemuka agama tersebut mengenai paradigma yang harus dipakai dalam memadang fenomena ini.

Paradigma yang cukup tegas datang dari Rokhmat S. Labib dari HTI yang menyatakan bahwa Islam sebagai kebenaran mutlak tidak dapat membenarkan perilaku homoseksual dan menolak paradigma lain yang membenarkan hal ini.

“Harusnya kita tidak mencari alasan untuk memakai berbagai paradigma budaya, ekonomi, politik untuk membenarkan homoseksual. Kita kan fitrahnya bereproduksi. Bayangkan kalau perilaku homoseks itu menular kepada masyarakat, akan habis masyarakat dalam dua sampai tiga generasi,” tegas Rokhmat.

Sementara itu, Nurofiah dari Fathayat NU mengatakan bahwa kesulitan untuk menerima keberadaan homoseksual disebabkan penafsiran yang tidak tepat terhadap fiqih sebagai aspek utama dalam Islam. “Wacana agama Islam yang paling mewarnai kesadaran beragama adalah fiqih yang sering dilihat dari aspek lahir. Nah, Anda laki-laki atau perempuan dan seringnya dilihat dari segi fisik,” kata Nur.
    
Menurut Nur, pada faktanya ada orang yang fisiknya laki-laki, tapi alurnya adalah perempuan sehingga timbul bahasa perempuan terperangkap dalam tubuh laki-laki. “Nah, yang banyak ngomongin tentang agama adalah kaum hetero. Jadi homo yang dimengerti adalah yang ditafsirkan oleh orang-orang hetero. Menurut saya, yang paling kompeten untuk ngomongin soal homo ya kaum homo,” ujar Nur.

Hal senada juga dilontarkan oleh Direktur ICRP, Siti Musdah Mulia. Dia juga mendorong masyarakat dan pemerintah sama-sama memiliki upaya untuk menempatkan kaum LGBT sebagai kaum yang dihargai dan diterima dalam masyarakat sebagaimana adanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com